VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG
VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG
Watugong adalah nama sebuah kawasan di tepi Selatan Kota Semarang. Namanya seunik ikon kawasan ini, yaitu sebuah batu berbentuk gong. Itulah sebabnya masyarakat setempat saat membina jalan raya di kawasan ini menyebutnya “watugong” atau batu seperti gong.
Vihara ini sempat terlantar selama kurang lebih 8 tahun namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada Indonesia. Keindahan menara vihara ditambah keunikan ornamen dan eksterior bangunannya telah menarik banyak para pelancong maupun peziarah untuk mendatanginya.
Rencananya di vihara ini nantinya akan dibangun Buddha rupang setinggi 36 meter yang terbuat dari perunggu.
Ketenaran nama Watugong tidak hanya terbatas di sebuah batu yang sekarang masih ada dan dilindungi. Watugong selalunya dikaitkan dengan nama vihara Avalokitesvara di kawasan Vihara Buddhagaya yang berdiri tak jauh dari bukti fisik Watugong. Vihara ini tinggi menjulang 7 tingkat dan diresmikan tahun 2006. Seorang donatur pengikut Buddha bernama Po Sun Kok memprakarsai pembangunan vihara setinggi 45 meter ini dari yang asalnya sebuah vihara kecil.
Museum MURI menetapkan vihara ini sebagai vihara tertinggi di Indonesia.
Istimewanya, beberapa bahan vihara sengaja didatangkan dari Cina, seperti railing tangga batu, tiang batu yang berjumlah dua dengan ukiran menawan, serta genting pun diimport dari Cina. Sisanya didatangkan dari sumber tempatan. Tahun 1955 YM Bhante Narada dan Bhante Ashin meresmikan vihara ini.
Bangunan vihara ini berbentuk segi delapan dengan tingkat 2 hingga 6 menampilkan patung Dewi Kwan Im, dewi welas asih, yang dipuja di vihara ini. Hanya saja di vihara ini tidak terdapat anak tangga untuk menuju ke puncak vihara.
Dewi Kwan Im ditempatkan menghadap 4 penjuru mata angin guna memancarkan kasih sayangnya ke segala sudut arah mata angin. Dimaksudkan, agar Dewi yang selalu menebarkan cinta kasih tersebut bisa menjaga Kota Semarang dari segala arah. Selain itu sedikitnya ada 20 patung Kwan Im dipasang di sini.
Vihara Buddhagaya Watugong merupakan vihara pertama di Indonesia setelah keruntuhan kerajaan Majapahit.
Di tingkat teratas, patung Amitaba, guru besar para dewa dan manusia ditempatkan sebagai simbol bahwa ditingkat ke-7, kesucian tercapai. Di puncak vihara terdapat stupa yang menyimpan butir-butir mutiara yang keluar dari Sang Buddha.
Bangunan lainnya yang tak kalah penting ialah Gedung Vihara Avalokitesvara atau Dharmasala. Ruangan besar dengan patung Buddha di dalamnya yang digunakan untuk memaparkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Dharma. Tempat ini sudah berdiri sejak 1955 dan nilai pentingnya ialah bahwa disinilah pertama kali semua persatuan Buddhisme dihimpunkan.
Seorang biksu bernama Naradha dari Srilanka datang tahun 1955 ke tempat ini membawa dua bibit pohon Bodhi dimana Buddha mendapatkan pencerahan saat duduk di bawahnya. Pohon tersebut ditanam di Watugong dekat vihara dan tumbuh subur. Di bawah pohon ini, akan didapatkan patung Buddha duduk dalam posisi mudra. Satu pohon lagi ditanam di dekat Candi Borobudur tetapi sudah hilangkan karena dianggap merusak bangunan candi.
Salah satu peninggalan vihara tua di Watugong ialah patung Buddha tidur di bawah pohon Sala. Sejarah mencatat bahwa Sang Buddha dilahirkan di bawah pohon Sala, dan begitu pun saat meninggalnya, Buddha menghembuskan nafas terakhir di antara dua pohon Sala. Pohon ini harum bunganya menyebar sesaat berada di dekatnya. Selain itu, dikenal juga dari buahnya yang jatuh ke tanah dan terbelah akan mengeluarkan bau tak sedap. Nampak ada nilai filosofi yang terkandung dari pohon ini.
Lingkungan sekitar vihara ditata apik dan asri dengan banyaknya pepohonan ditanam sehingga membuat suasana rindang untuk Anda beristirahat atau bersantai.
TRANSPORTASI
Vihara di Watugong dapat ditempuh dengan kendaraan dari Semarang ke arah Solo dengan melalui jalan yang cukup padat dilalui kendaraan ke luar kota yang disebut Jalan Raya Ungaran. Melalui jalan tol, tempat ini dapat ditempuh selama 30 menit.
Tidak ada komentar: