Bagansiapiapi
Kota ini terbilang istimewa ibarat Taiwan di Pulau Sumatera. Bagansiapiapi adalah ibu kota Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dimana mulanya terbentuk dari perantau asal Tiongkok yang meninggalkan kampung halaman untuk mencari tempat tinggal baru ke arah timur dengan berlayar. Menggunakan tiga tongkang (perahu kayu sederhana untuk tambang) mereka terombang-ambing di lautan hingga akhirnya selamat di Kuala Sungai Rokan tahun 1826 karena kunang-kunang yang menjadi petunjuk cahaya mencapai daratan.
Di daratan mereka tertambat kemudian mereka membuka lahan hutan untuk pemukiman dan perlahan berbaur dengan warga pribumi. Komposisi penduduknya semula 70 persen etnis Tionghoa dan sisanya sebagian besar etnis Melayu. Karena kekayaan ikan yang berlimpah di daerah ini, para pendatang ini memutuskan untuk menetap dan menjadi nelayan. Seiring waktu, warga keturunan Tionghoa ditunjang keahlian menangkap ikan berhasil menjadikan Bagansiapiapi menjadi penghasil ikan laut berlimpah yang diekspor ke negara lain.
Bagansiapiapi tumbuh sebagai kota penghasil ikan terbesar kedua terbesar di dunia setelah Bergen di Norwegia. Pemerintah Hindia Belanda saat itu melirik potensi besar perikanan Bagansiapiapi dan memindahkan pemerintah controuler daerah di sana dari Tanah Putih ke Bagansiapiapi tahun 1901. Kota Bagansiapiapi pun berkembang sebagai pelabuhan perikanan dan penumpang yang paling modern di Selat Melaka saat itu.
Bagansiapiapi sebagai kota ikan lama kelamaan memudar. Faktor alam yang menyebabkan pemudarannya secara berangsur-angsur karena pesisir sekitar Bagansiapiapi mengalami pendangkalan dan sempit oleh endapan lumpur yang dibawa air Sungai Rokan.
Tidak hanya hasil laut yang saat itu menjadi tumpuan kehidupan masyarakat Bagansiapiapi. Ada juga karet alam. Di masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Bagansiapiapi menjadi salah satu daerah penghasil karet berkualitas untuk kebutuhan peralatan perang. Pengolahan karet alam tersebut dilakukan masyarakat Bagansiapiapi di beberapa pabrik karet di Bagansiapiapi. Setelah Perang Dunia II selesai, permintaan akan karet menurun hingga beberapa pengusaha menutup pabrik karet tersebut.
Kini, salah satu penunjang perekonomian warga menggantikan perikanan dan karet adalah budidaya burung walet untuk diambil sarangnya telah menjadi alternatif usaha dan sangat jamak ditemukan di Bagansiapiapi, terutama di pusat kota, dimana banyak ruko-ruko dibangun 3 sampai 4 tingkat, dengan tingkat teratas dijadikan sebagai tempat budi daya burung walet, sedangkan tingkat 1-2 digunakan sebagai toko dan tempat tinggal.
Kegiatan
Bagansiapiapi adalah kota bernuansa Tiongkok yang cantik. Anda dapat berkeliling kota dengan menyewa motor. Amati bagaimana rumah tua dan beberapa masih tradisional dihimpit gedung ruko 4 lantai (lantai 3 ke atas untuk memelihara burung walet), berjejer di kiri kanan dengan kaelenteng dimana-mana. Suasana kota ini kental sebagai pecinan.
Bukan hanya itu, arsitektur rumah dan bangunan di Bagansiapiapi mewarisi arsitektur China masa lalu.
Transportasi
Kota Bagansiapiapi berada di muara Sungai Rokan, persisnya di pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir. Kawasannya menempati lokasi strategis karena berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas perdagangan internasional. Dari ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru dibutuhkan 6-7 jam perjalanan darat dengan jarak tempuh +/- 350 km. Sementara itu, dari ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Medan, dibutuhkan 10-12 jam perjalanan darat melalui Lintas Timur Sumatera. Dari Kota Dumai hanya dibutuhkan waktu tempuh 2-3 jam melalui jalan darat.
Kuliner
Seperti umumnya pecinan yang terbentuk dari komunitas keturunan Tionghoa, Bagansiapiapi menyuguhkan aneka kuliner khas Tiongkok yang lezat. Anda perlu mencicipi kwetiau-nya yang berwarna merah (tergantung tingkat kepedasannya, karena berasal dari warna cabe). Isi kwetiau tersebut adalah udang, cabe, bawang putih yang dihaluskan, tauge dan kucai. Kwetiau di sini tidak menggunakan kecap sehingga warnanya tidak seperti kwetiau umumnya.
Ada juga kemi, yaitu mie besar yang berbahan sagu ditambah tepung terigu. Rasanya lebih kenyal karena saat diracik perbandingannya 4 sendok sagu + 2 sendok tepung terigu. Sajiannya akan dipadukan dengan udang, daging, bakso ikan, dan bawang putih yang dihaluskan.
Cicongpan mirip kwetiau hanya saja perbandingannya 1 bungkus tepung beras ditambah 5ons tepung sagu (kwetiau bahannya 1 bungkus tepung beras ditambah 7ons tepung sagu). Sajiannya dicampur dengan kacang tanah, ebi (udang kering), bawang goreng dan seledri. Dimakan dengan cabe seperti tampak gambar diatas.
Kiamke serupa dengan kwetiau dan cicongpan, yaitu dari tepung beras dan sagu. Bisa juga bubur putih polos yang tidak habis dimakan, diblender halus dicampur sagu, kemudian ditambahi perasa dan dikukus. Kiamke biasanya dimakan dengan kacang tanah, ebi, bawang goreng, seledri, dan cabe.
Wantanmie serupa mie ayam, hanya saja isinya diganti dengan daging babi panggang, kucai, tauge dan bawang merah goreng. Sajiannya biasa ditambahi dengan cabe yang banyak.
Karipeng merupakan sajian nasi kari dengan daging kecap, telur, kentang. Terkdang ditambahi daging babi panggang).
Miso serupa sup dibuat dari rempah-rempah seperti lada, cintan,pala, cengkeh, kembang pala, bunga rawang, kayu manis, lada hitam, dan ketumbar. Sajiannya dicampur irisan daging ayam, tahu yang sudah digoreng, telur, bawang goreng dan seledri. Cabenya adalah cabe rawit yang digiling halus. Miso biasanya dimakan panas-panas dan cocok untuk yang sedang demam atau flu.
Heci adalah udang goreng dengan adonan tepung terigu ditambahi sawi. Di atasnya ditaruh udang baru digoreng. Biasanya menyantap dengan dicocol cabe.
Lolia adalah rujak khas Bagansiapiapi yang isinya berupa bakwan udang, nenas, mentimun, tauge, tahu goreng diaduk dengan kacang tanah dan gula.
Engkiuapeng berupa nasi kuning dengan udang, daging, dan kentang.
Oie terbuat dari talas yang dibentuk bulat-bulat. Sajiannya dicampur seperti cicongpang yaitu kacang tanah, ebi, bawang goreng dan seledri dan tak lupa cabe. Terkadang oie juga dimasak kuah dicampur udang, tauge dan sawi hijau, jadinya namanya Oie teng (teng=kuah).
Untuk mendapatkan ragam kuliner lezat khas Bagansiapiapi berikut ini pilihannya.
RM. Anda
Jl. Perdagangan, Bagansiapiapi
Tel.+62-767-23059
RM. Kota Baru
Jl. Sentosa No. 51 B, Bagansiapiapi
Tel.+62-767-21004
RM. Marina Sea Food
Jl. P. Diponegoro, Bagansiapiapi
Tel.+62-767-24567
RM. Soto Medan
Jl. Perniagaan No. 1, Bagansiapiapi
Tel.+62-767-22227
RM. Teluk Kuantan
Jl. Pulau Halang, Bagansiapiapi
Tel.+62-767-24073
Berkeliling
Moda transportasi yang lazim dijumpai di Bagansiapiapi adalah becak dayung, sepeda dayung, dan sepeda motor. Becak motor (becak dengan mesin motor) bisa dijumpai di Bagansiapiapi. Mobil dan motor dapat dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak.
Berbelanja
Sempatkan membeli oleh-oleh khas Bagansiapiapi terutamanya kuliner yang dapat dibawa pulang seperti kacang pukul, terasi, kerupuk udang, kerupuk singkong, udang kering, permen kelapa, kue Kiat-hong, kue Lik-tao-ko, kue ang-che-nai-ko, dan jajanan khas lainnya yang tidak ditemukan di daerah lain. Untuk mendapatkan beraneka makanan tersebut Anda dapat mengarahkan tujuan ke pasar tradisional diPasar Pelita dan Pasar Datuk Rubiah. Pilhan lain ada pasar jalanan di sepanjang Jalan Satria, atau warga lokal menyebitnya Pasar Satria Tangko.
Tips
Warga Bagansiapiapi sebagian adalah keturunan Tionghua yang bahasa sehari-harinya adalah bahasa Bagan atau merujuk pada Bahasa Hokkian.
Bahasa Hokkian Bagansiapiapi masih kental dengan nuansa Tionghoa murni tanpa campuran dengan bahasa Indonesia sehingga mirip dengan bahasa Hokkian yang dipergunakan di Xiamen, Jinmen (Kim-men), dan Taiwan. Oleh karenanya, terkadang penggunaan Bahasa Indonesia tidak terlalu banyak.
Anda mungkin perlu memerhatikan hal tersebut. Meski demikian, plang nama jalan yang ada di kota Bagansiapiapi menggunakan tiga bahasa, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Arab Melayu, dan Bahasa Mandarin sehingga menambah keunikan dan ciri khas kota Bagansiapiapi yang mungkin tidak dimiliki kota lainnya di Indonesia.
Tidak ada komentar: