KOKAS

September 04, 2017
KOKAS


Kokas adalah salah satu distrik (kecamatan) yang ada di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Kota ini baru bertumbuh sebagai masyarakat yang majemuk meliputi masyarakat nelayan asli Papua dan juga pendatang dari Buton, Maluku, dan beberapa daerah di sekitarnya. Sebuah pelabuhan laut dibangun untuk mendukung kegiatan perusahaan perminyakan di kota kecil ini. Pembangunan jelas terlihat tapi seolah kepariwisataannya masih terlelap walau berbinar.

Saat nama Kokas diucapkan, mereka yang tahu akan segera menyebutkan beberapa highlight yang paling unik di sana. Walau di balik itu masih banyak yang bisa ditawarkan, keragaman daya tarik Kokas seolah masih tersembunyi di balik namanya yang besar dahulu kala pada masa ‘ketuanan’, yaitu sebutan yang khas digunakan di daerah Papua dan sekitarnya untuk kerajaan. Faktanya, dari 9 raja yang ada di Fakfak, 5 raja berada di kawasan Kokas.

Kokas dan juga sekitarnya sudah saatnya dikenal jauh lebih luas tanpa kesalahpahaman. Dahulu, raja-raja di kawasan Fakfak yang jumlahnya 9 ketuanan itu berawal dari pegunungan yang bernama Pegunungan Mbaham yang menggunakan bahasa Baham atau bahasa gunung. Pegunungan ini tampak dari Kokas. Lima ketuanan di kawasan Kokas ialah Pikpik Sekar, Wertuer, Arguni, Patipi, dan Rumbati. Hingga kini, raja-raja dari 5 ketuanan ini dan juga 4 ketuanan lainnya di daerah lain yaitu 2 di Fakfak, 1 di Namatota/Kaimana, dan 1 di Raja Ampat, masih berkuasa.

Kokas adalah sebuah kota kecil dengan sejarah panjang. Dari kurun waktu terdekat, Kokas sempat menjadi basis pertahanan perang bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II dan menduduki kawasan Indonesia. Dari jejak itu, Kokas bahkan menamakan dirinya sebagai Kota Basis Pertahanan Perang Dunia II. Tak tanggung-tanggung, sebutan itu dipatrikan kuat di atas bukit dengan tulisan warna putih berukuran besar menghadap ke laut agar siapapun yang datang dari arah laut atau darat dapat melihatnya. Selain itu, sebuah meriam peninggalan Jepang dengan tulisan “TOKYO MARUSEKO” dipasang di tepi pantai seolah menjadi simbol, selamat datang di Kokas.

KULINER

Warung-warung yang ada di Kokas hanya menjual kebutuhan masyarakat setempat yang umumnya adalah nelayan dan juga pekerja pembangunan yang semi menetap. Hanya ada satu tempat makan yang cukup layak disebut tempat makan wisatawan dengan menu terbatas. Warung Makan PELITA terletak di dekat gereja GKI Bait Lahim Kokas.


BERBELANJA

Tidak ada toko atau kedai yang menjual suvenir di Kokas karena memang belum dikembangkan sebagai tempat berwisata yang betul-betul siap secara keseluruhan. Akan tetapi, bila Anda ingin membeli sesuatu yang bisa dibawa dari Kokas, mungkin ikan di sini sangat banyak dan tidak disangkal lagi ikan-ikan ini begitu mudah ditangkap.

Ada perumpamaan setempat yang menyebutkan “Dua belas mata kail, dua belas ikan”. Arti dari perumpamaan itu ialah tidak satu pun dari mata kail yang dilemparkan ke laut akan kosong. Sudah dipastikan semua akan mendapatkan ikan, bahkan tanpa umpan!


 AKOMODASI

Saat ini belum banyak tempat menginap di Kokas, kecuali satu tempat yang sudah beroperasi walau sangat sederhana. Penginapa PELITA dan juga berseberangan dengan Warung Makan PELITA biasa dijadikan tempat untuk menginap bagi mereka yang ingin bermalam di Kokas. Ada satu penginapan yang masih dibangun dan rencananya baru akan beroperasi awal tahun 2013 di dekatnya.

Di Kokas, telepon genggam tidak bisa digunakan karena masih belum ada menara pemancar untuk provider manapun. Jadi masyarakat pun tidak bisa berkomunikasi dengan telepon dengan lancar. Ada sebuah wartel dengan menggunakan jalur kabel telepon biasa dan itu satu-satunya tempat masyarakat untuk bisa berkomunikasi.

KEGIATAN

Jauh sebelum masuk ke daerah Kokas, dari arah Fakfak, Anda bisa meluangkan waktu untuk berhenti sejenak di Air Terjun Kayumi. Air terjun ini berada di tepi jalan menuju Kokas dan dapat dilihat dari jembatan. Air terjun berundak ini berjarak sekitara 150 meter dari jembatan dan bisa menanyakan ke masyarakat setempat cara mencapainya.

Di Kota Kokas yang sederhana, terdapat bukit yang di puncaknya terdapat monumen yang menunjukkan jejak-jejak sejarah Perang Dunia II, khususnya pendudukan Jepang di Papua. Di kaki bukit yang hampir seluruhnya dipagar rapih, terdapat beberapa pintu masuk goa yang disebut goa Jepang Kokas. Goa ini saling terhubung dan memasukinya perlu bersama seorang pemandu setempat.


Di depan kota Kokas tampak pulau besar yang disebut Pulau Ugar. Di depan pulau ini ada beberapa pulau kecil yang rupanya mirip dengan pulau-pulau di Raja Ampat. Salah satu pulau kecil ini disebut Pulau Kap dan juga Pulau Krek. Konon, pada hari-hari tertentu, kedua pulau ini kerap terlihat bersatu terutama pada malam Jum’at. Walau terdengar mistis, masyarakat percaya hal itu terjadi walau pembuktiannya masih sukar dijastifikasi. Memang hal mistis sering didengar di Kokas tapi walau mistis, pembuktian untuk daya tarik lain yang tidak kalah mistisnya masih banyak ditemukan dan bisa dibuktikan.

Di Pulau Ugar, lukisan darah berbentuk telapak tangan dan bentuk-bentuk lainnya bisa dilihat di dinding tebing cadas. Seperti di Teluk Kabui, Waigeo, Raja Ampat, lukisan ini memiliki kesamaan yang sangat dekat. Dipercaya daya tarik ini berasal dari peradaban yang sama. Di sini tampak telapak tangan manusia yang dicap di atas tebing, selain gambar-gambar lain yang  misterius.

Gambar misterius dan lukisan tangan dengan warna darah ini pun dapat dilihat di Nakayang Gegen, beberapa menit perjalanan berperahu dari lokasi dinding di Pulau Ugar. Di Nakayang Gegen, gambar misterius ini lebih jelas menyerupai bentuk laba-laba, ikan, Matahari atau sesuatu yang berupa bentuk-bentuk itu. Letaknya lebih pendek dari gambar-gambar di Pulau Ugar. Saat air pasang, pengunjung dapat melihat dengan jelas gambar-gambar ini dari dekat perahu. Selain di dua tempat ini, lukisan dinding batu ini dapat dilihat juga di Pulau Frior dan Forir. Sebetulnya gambar lukisan tangan ini dapat dijumpai juga di Waigeo, Raja Ampat dan Namatota di Kaimana.

Pulau Ugar merupakan salah satu pulau yang besar di depan Kota Kokas. Pulaunya berbukit tinggi. Anehnya, di tengah pulau ini di atas bukit terdapat Telaga Sekau yang ikannya semua adalah ikan laut. Banyak yang pernah melihat ikan lumba-lumba, hiu, dan segala ikan yang ditemukan di laut sekitar Kokas. Telaga ini dapat ditempuh dengan trekking ke atas bukit sejauh 4 km.

Di ujung Pulau Ugar terdapat tanjung yang disebut Dim Batibobang (dim=emas; batibobang=di bawah batu).  Dulu tentara Belanda menemukan dinding goa berbatu cadas dan mengandung emas sehingga nama tanjung dengan goa itu disebut seperti ini.

Di sebuah desa nelayan yang berpenduduk muslim dan asli masyarakat Papua terdapat sisa-sisa peperangan Hongi atau perang suku zaman dulu. Di desa ini ada tetua yang hanya dengan dialah orang luar pulau baru bisa berani memasuki daerah larangan. Tetua saat ini bernama Saraf Biaruma. Daerah larangan ini berisi kubur dinding seperti di Raja Ampat, dimana tulang belulang dan tengkorak disimpan di celah dinding batu.

Tempat yang sakral ini disebut Telaga Samnanam. Sebetulnya telaga ini ialah bagian dari laut yang terperangkap di dalam pulau sehingga tampak menyerupai danau dengan air yang sangat tenang. Di Telaga Samnanam, pengunjung akan menemukan kubur dinding batu. Untuk memasuki telaga ini, keadaan air harus dalam keadaan surut karena hanya ada satu cara untuk memasukinya, yaitu melalui goa kecil yang hanya bisa ditelusuri perahu kecil saja. Goa kecil ini disebut Samboban.

Ternyata telaga ini bukan hanya satu. Ada goa kecil berikutnya untuk memasuki telaga lain yang juga merupakan laut yang terperangkap pulau. Berada di telaga ini seolah kita ada di dalam cawan, dikelilingi hutan berdinding batu. Goa kecil dan danau berikutnya ini disebut Samkayai.

Tulang belulang dan tengkorak di Samnanam dan Samkayai persis seperti yang ditemukan di Teluk Kabui, Raja Ampat bagian distrik Waigeo. Tidak seperti di Toraja yang menjadikan tebing batu sebagai makam leluhur, di Samnanam dan Samkayai tebing batu ini dijadikan makam dengan tujuan untuk peringatan pada musuh bahwa mereka akan dibuang dan dipenggal di tebing batu. Jadi, tulang belulang dan tengkorak di kubur dinding batu ini ialah sisa jasad para musuh mereka yang dulu menyerang suku di Kokas.

Dahulu saat perang hongi terjadi, ada suku Burbur dari Raja Ampat datang membuat keresahan dan Suku Baham di Kokas mempertahankan diri. Musuh yang mati diambil dan disimpan jasadnya di kubur tebing batu di Samnanam dan Samkayai. Adapun para pahlawan dan leluhur suku adat yang gugur dikuburkan dengan tanda batu yang disusun seperti ditemukan di pulau-pulau kecil seperti Pulau Faker.

Tempat lain yang bisa dikunjungi pada saat berada di Kokas ialah mesjid tertua di Fakfak yang didirikan pada abad ke-18 yaitu di Patimburak. Patimburak sebenarnya ialah pelafalan dari bahasa Indonesia atau Belanda. Nama asli daerah atau desa tua ini ialah Batiburak, yang artinya batu asah. Hingga saat ini batu asah yang akhirnya menjadi nama desa ini masih ada dan dijaga oleh warga setempat.

Masjid di Patimburak dinamai Mesjid Al-Yassin dan merupakan cagar budaya yang dilindungi. Keberadaannya sudah lama dan menurut imam masjid saat ini yang merupakan keturunan dari imam sebelumnya, mesjid ini sudah ada sejak raja pertama di ketuanan Wertuer. Makam raja Wertuer pun dapat ditemui dekat dengan mesjid di bawah pohon yang sangat besar. Raja muslim ini bernama Semempeh Kudah. Saat menyebutkan nama raja ini, sang imam mesjid tampak agak canggung menyebutkannya karena dianggap tidak sopan menyebutkan namanya, sehingga ia pun memegang ubun-ubun kepalanya saat menyebutkan nama raja.


Tips
Sebelum datang ke Papua Barat, khususnya Kokas, disarankan meminum obat anti malaria terlebih dahulu. Selain itu, bila memungkinkan, bawalah minuman dalam kemasan untuk mencegah sakit perut yang disebabkan air yang kurang sehat. Terkadang, di Kokas sering terjadi kemarau atau hujan yang sedikit sehingga air tawar menjadi sulit.

Selalu menggunakan jasa pemandu dalam menjelajahi daya tarik di Kokas. Saat ini terdapat seorang anggota pramuwisata (guide) yang sudah lama masuk di keanggotaan HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), yaitu Bapak Jafar Niulain. Bila berkunjung ke Kokas, silakan hubungi beliau di daerah dekat Goa Jepang. Karena signal telepon belum bisa masuk Kokas, maka Bapak Jafar sementara ini tidak dapat dihubungi lewat telepon genggamnya.

BERKELILING
Kokas bukanlah kota yang sangat besar sehingga diperlukan transportasi dalam kota yang khusus. Lagi pula, sesuatu yang menjadi daya tarik di Kokas bukan berada di dalam kota pada umumnya. Untuk menuju ke beberapa daya tarik wisata di Kokas, sudah dapat dipastikan transportasi laut menjadi penting. Anda bisa mendatangi toko terdekat dan bertanya kemana harus menyewa perahu atau menanyakan siapa yang bisa mengantar Anda untuk berkeliling di perairan Kokas.

Perahu longboat (biasa diucapkan menjadi ‘lombot’ oleh masyarakat setempat) biasa dimiliki oleh nelayan setempat. Speed boat mungkin dapat ditemukan dan biasanya dimiliki oleh ‘perusahaan’. Masyarakat mengatakan ‘perusahaan’ untuk menunjukkan pihak swasta yang sedang mengeksplorasi minyak atau bahan tambang di daerah Kokas. Harga per hari untuk longboat bisa sangat bervariasi, mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 2 juta tergantung kemana tujuan untuk hari itu.

Saat Anda berada di atas longboat, usahakan jangan terlalu banyak bergerak seperti di atas perahu lebar, karena longboat adalah jenis perahu ramping tanpa cadik sehingga pergerakan pun akan berpengaruh pada kestabilan perahu. Sungguh sebuah pengalaman baru dan tak akan terlupakan saat pertama berada di atasnya tetapi seperti bersepeda, semakin lama di atasnya maka Anda pun akan bisa menstabilkan diri.

TRANSPORTASI
Kokas terletak di sebelah utara Kota Fakfak, ditempuh sekira 1 jam lebih perjalanan menggunakan kendaraan roda empat melalui daratan yang jalannya berkelok-kelok memasuki tepian pegunungan Fakfak. Kokas pun dapat ditempuh melalui jalur laut yang akan memutar ke arah barat dari Kota Fakfak dan membelok ke utara dan kembali ke timur di bagian atas, masuk ke daerah Teluk Bintuni. Tentu saja waktu yang diperlukan akan sedikit lebih lama, tergantung jenis perahu yang digunakan.

Bila memutuskan untuk menggunakan jalan darat, dua pillihan yang ada ialah menyewa kendaraan di Kota Fakfak, atau menggunakan taxi. Taxi adalah sebutan angkot di kota Fakfak. Menyewa kendaraan akan sedikit mahal karena sistem yang diterapkan di Kota Fakfak ialah menyewa satu hari penuh di dalam kota, atau menyewa satu hari penuh ke luar kota. Harga sewa di dalam kota bisa mencapai Rp 800 ribu per hari. Bila menyewa kendaraan ke luar kota bisa berkisar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta sudah termasuk bensin dalam sehari. Harga tinggi ini akibat dari tingginya harga bahan bakar saat persediaan bensin di SPBU belum tersedia.

Untuk taxi dari Kota Fakfak ke Kokas ialah Rp 20 ribu satu kali jalan per orang. Tentu saja karena harus berhenti di beberapa tempat, waktu pencapaian bisa berkisar antara 1 hingga 2 jam. Taxi di Kota Fakfak menuju Kokas dapat ditemui di terminal Thumburuni, tepat di seberang jalan Plaza Thumburuni.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.