MUSEUM GOEDANG RANSOEM
MUSEUM GOEDANG RANSOEM
WH de Greeve, seorang ahli geologi Belanda sekaligus ‘Sang Penemu’ batubara di Sawahlunto tahun 1868 memperkirakan ada lebih dari 200 juta ton kandungan mutiara mitam atau batubara di Sawahlunto. Inilah yang memicu Pemerintah Hindia Belanda berikutnya menanamkan modal sekira 5,5 juta Golden untuk membangun pemukiman dan fasilitas penambangan Ombilin. Berikutnya dibangunlah jalur kereta api Sawahlunto ke Teluk Bayur di Kota Padang (baca: saat itu bernama Emma Haven) dan juga didatangkan peralatan penambangan langsung dari Jerman.
Museum ini berbeda dengan museum umumnya yang ada di Indonesia. Apa bedanya? Ayo temukan cerita menariknya.
“Memahami masa silam untuk menata masa depan”. Itulah sebuah tulisan sarat makna terpampang tepat di samping pintu masuk Museum Goedang Ransoem. Tulisan tersebut seakan menjadi awal dibukanya pengetahuan baru bagi Anda saat berkunjung ke tempat luar biasa ini.
Museum Goedang Ransoem berlokasi di Jalan Abdul Rahman Hakim, Kelurahan Air Dingin, Sawahlunto, Sumatera Barat. Kota Sawahlunto dulunya tersohor sebagai penghasil batu bara terbesar di Nusantara. Dari kota inilah Pemerintah Hindia Belanda meraup keuntungan amat besar sebagai sebuah eksekusi nyata dari ‘penjajahan’. Akan ada kesan dan pengalaman berharga dari Sawahlunto bagi Indonesia untuk anak cucu di masa akan datang.
Museum Goedang Ransoem sendiri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses pertambangan di Sawahlunto. Koleksi museumnya berjumlah 150 buah, itu belum termasuk koleksi foto lama yang berjumlah lebih dari 250 buah.
Untuk melihat peralatan dapur mungkin hal biasa tetapi bagaimana bila Anda melihat koleksi peralatan dapur yang berukuran raksasa? Nah, Anda dapat melihatnya di Museum Goedang Ransoem.
Awalnya gedung Museum Goedang Ransoem adalah kawasan dapur umum bagi pekerja tambang yang dibangun tahun 1981. Tempat ini memiliki dua buah gudang besar dan tungku pembakaran (steam generator). Tempat ini mempekerjakan sekira 100 orang karyawan dan setiap harinya memasak lebih dari 65 pikul nasi atau setara 3900 kilogram nasi untuk pekerja tambang batubara (orang rantai), keluarga pekerja tambang (orang kawalan), dan pasien rumah sakit.
Menu makanannya saat itu adalah nasi, daging, ikan asin, telur asin, sawi putih dan hijau, serta kol. Makanan tersebut diberikan pada siang dan malam hari. Untuk sarapannya pukul 10 pagi berupa lapek-lapek, dibuat dari beras ketan merah dibubuhi kelapa serta gula merah dan dibungkus daun pisang. Untuk minumannya adalah teh. Pada masa saat itu, menu makanan tersebut terbilang cukup baik mengingat Pemerintah Hindia Belanda berkepentingan agar pekerja tambang (pekerja kontrak dan pekerja paksa orang rantai) dapat produktif sehingga menghasilkan keuntungan besar untuk pemerintah. Saat ini Anda dapat melihat replika bentuk makanan tersebut di museum ini.
Bahan bakar memasaknya saat itu menggunakan sistem uap dimana tepat di bawah ruang masak terdapat ruang bawah tanah dengan pipa cerobong yang mengalirkan uap panas untuk 20 tungku. Uap panas ini berasal dari air panas yang direbus dengan menggunakan boiler di atas perbukitan yang dialirkan uapnya ke dapur.
Gedung Museum Goedang Ransoem sempat menjadi tempat aktivitas memasak untuk tentara dalam skala besar pada masa Pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda II. Di masa revolusi kemerdekaan, kawasan ini digunakan sebagai tempat memasak makanan tentara (TKRI). Beriktunya setelah kemerdekaan sempat digunakan kantor Perusahaan Tambang Batubara Ombilin, gedung SMP Ombilin (1960-1970), hunian karyawan Tambang Batubara Ombilin (sampai 1980), dan juga hunian masyarakat setempat hingga 2004. Berikutnya pada 2005 kawasan ini dikonservasi dan ditata pemerintah Kota Sawahlunto untuk acara permuseuman hingga 17 Desember 2005 dibuka resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
Museum Goedang Ransoem pernah menjadi lokasi penyelenggaraan SIMFest (Sawahlunto International Music Festival), yaitu pagelaran musik etnik internasional dari lima benua.
Harga tiket masuk museum ini adalah Rp4.000,- untuk dewasa, dan Rp2.000,- untuk anak-anak. Jam aktif kunjungan museum ini adalah pada Selasa hingga Jumat 07.30-16.30, serta Sabtu dan Minggu 09.00-16.00.
Museum Goedang Ransoem
Jl. Abdul Rahman Hakim, Sawahlunto, Sumatera Barat
Telp. 0754-61985
Website: http://sawahluntomuseum.wordpress.com/
AKTIVITAS
KULINER, BERBELANJA, AKOMODASI, KEGIATAN
KULINER
Sebelum sampai di Kota Sawahlunto sempatkan makan di Restoran Dendeng Batokok yang lokasinya tidak jauh dari Pertigaan Sawahlunto. Dendeng batokok merupakan lauk sebagai teman makan nasi pada umumnya. Dendeng batokok menjadi makanan khas Sawahlunto dimana terbuat dari daging hewan sapi atau kerbau. Dendeng batokok mempunyai rasa yang khas tersendiri yang berbeda dari dendeng umumnya.
Kerupuk kubang produksi dari Kubang di Sawahlunto sudah terkenal sejak lama. Makanan ini berupa tempe yang djadikan kerupuk dan dapat menjadi oleh-oleh dari Sawahlunto.
Di sepanjang jalan sekitar Muaro Kalaban dan Silungkang pada sore hingga sepanjang malamnya ada sajian penjual kuliner berupa sajian sop dan soto khas Sawahlunto.
BERBELANJA
AKOMODASI
KEGIATAN
BERKELILING
Tak jauh dari Museum Gudang Ransum terdapat sebuah museum kereta api, tambang terbuka, dan lokasi Ombilin Mines Training College (OMTC ). Jangan lupa juga kunjungi Lubang Mbah Soero.
TRANSPORTASI
Museum Goedang Ransoem sekira 94 km atau 2 jam perjalanan dengan kendaraan dari Kota Padang, Sumatera Barat. Anda juga dapat menggunakan bus dari Terminal Air Pacah Padang atau menyewa mobil rental dengan tarif Rp250.000,- hingga Rp500.000,- per hari.
Apabila Anda datang bersama rombongan maka dapat menyewa bus yang disediakan Dinas Pariwisata Sawahlunto. Hubungi pihak tersebut sebelumnya.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto
Jl. Kebun Jati No.1 Kel. Saringan Kec. Barangin,
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat
Telp: (0754) 61032
Fax: (0754) 61348
Email: informasi@sawahlunto-tourism.com
WH de Greeve, seorang ahli geologi Belanda sekaligus ‘Sang Penemu’ batubara di Sawahlunto tahun 1868 memperkirakan ada lebih dari 200 juta ton kandungan mutiara mitam atau batubara di Sawahlunto. Inilah yang memicu Pemerintah Hindia Belanda berikutnya menanamkan modal sekira 5,5 juta Golden untuk membangun pemukiman dan fasilitas penambangan Ombilin. Berikutnya dibangunlah jalur kereta api Sawahlunto ke Teluk Bayur di Kota Padang (baca: saat itu bernama Emma Haven) dan juga didatangkan peralatan penambangan langsung dari Jerman.
Museum ini berbeda dengan museum umumnya yang ada di Indonesia. Apa bedanya? Ayo temukan cerita menariknya.
“Memahami masa silam untuk menata masa depan”. Itulah sebuah tulisan sarat makna terpampang tepat di samping pintu masuk Museum Goedang Ransoem. Tulisan tersebut seakan menjadi awal dibukanya pengetahuan baru bagi Anda saat berkunjung ke tempat luar biasa ini.
Museum Goedang Ransoem berlokasi di Jalan Abdul Rahman Hakim, Kelurahan Air Dingin, Sawahlunto, Sumatera Barat. Kota Sawahlunto dulunya tersohor sebagai penghasil batu bara terbesar di Nusantara. Dari kota inilah Pemerintah Hindia Belanda meraup keuntungan amat besar sebagai sebuah eksekusi nyata dari ‘penjajahan’. Akan ada kesan dan pengalaman berharga dari Sawahlunto bagi Indonesia untuk anak cucu di masa akan datang.
Museum Goedang Ransoem sendiri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses pertambangan di Sawahlunto. Koleksi museumnya berjumlah 150 buah, itu belum termasuk koleksi foto lama yang berjumlah lebih dari 250 buah.
Untuk melihat peralatan dapur mungkin hal biasa tetapi bagaimana bila Anda melihat koleksi peralatan dapur yang berukuran raksasa? Nah, Anda dapat melihatnya di Museum Goedang Ransoem.
Awalnya gedung Museum Goedang Ransoem adalah kawasan dapur umum bagi pekerja tambang yang dibangun tahun 1981. Tempat ini memiliki dua buah gudang besar dan tungku pembakaran (steam generator). Tempat ini mempekerjakan sekira 100 orang karyawan dan setiap harinya memasak lebih dari 65 pikul nasi atau setara 3900 kilogram nasi untuk pekerja tambang batubara (orang rantai), keluarga pekerja tambang (orang kawalan), dan pasien rumah sakit.
Menu makanannya saat itu adalah nasi, daging, ikan asin, telur asin, sawi putih dan hijau, serta kol. Makanan tersebut diberikan pada siang dan malam hari. Untuk sarapannya pukul 10 pagi berupa lapek-lapek, dibuat dari beras ketan merah dibubuhi kelapa serta gula merah dan dibungkus daun pisang. Untuk minumannya adalah teh. Pada masa saat itu, menu makanan tersebut terbilang cukup baik mengingat Pemerintah Hindia Belanda berkepentingan agar pekerja tambang (pekerja kontrak dan pekerja paksa orang rantai) dapat produktif sehingga menghasilkan keuntungan besar untuk pemerintah. Saat ini Anda dapat melihat replika bentuk makanan tersebut di museum ini.
Bahan bakar memasaknya saat itu menggunakan sistem uap dimana tepat di bawah ruang masak terdapat ruang bawah tanah dengan pipa cerobong yang mengalirkan uap panas untuk 20 tungku. Uap panas ini berasal dari air panas yang direbus dengan menggunakan boiler di atas perbukitan yang dialirkan uapnya ke dapur.
Gedung Museum Goedang Ransoem sempat menjadi tempat aktivitas memasak untuk tentara dalam skala besar pada masa Pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda II. Di masa revolusi kemerdekaan, kawasan ini digunakan sebagai tempat memasak makanan tentara (TKRI). Beriktunya setelah kemerdekaan sempat digunakan kantor Perusahaan Tambang Batubara Ombilin, gedung SMP Ombilin (1960-1970), hunian karyawan Tambang Batubara Ombilin (sampai 1980), dan juga hunian masyarakat setempat hingga 2004. Berikutnya pada 2005 kawasan ini dikonservasi dan ditata pemerintah Kota Sawahlunto untuk acara permuseuman hingga 17 Desember 2005 dibuka resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
Museum Goedang Ransoem pernah menjadi lokasi penyelenggaraan SIMFest (Sawahlunto International Music Festival), yaitu pagelaran musik etnik internasional dari lima benua.
Harga tiket masuk museum ini adalah Rp4.000,- untuk dewasa, dan Rp2.000,- untuk anak-anak. Jam aktif kunjungan museum ini adalah pada Selasa hingga Jumat 07.30-16.30, serta Sabtu dan Minggu 09.00-16.00.
Museum Goedang Ransoem
Jl. Abdul Rahman Hakim, Sawahlunto, Sumatera Barat
Telp. 0754-61985
Website: http://sawahluntomuseum.wordpress.com/
AKTIVITAS
KULINER, BERBELANJA, AKOMODASI, KEGIATAN
KULINER
Sebelum sampai di Kota Sawahlunto sempatkan makan di Restoran Dendeng Batokok yang lokasinya tidak jauh dari Pertigaan Sawahlunto. Dendeng batokok merupakan lauk sebagai teman makan nasi pada umumnya. Dendeng batokok menjadi makanan khas Sawahlunto dimana terbuat dari daging hewan sapi atau kerbau. Dendeng batokok mempunyai rasa yang khas tersendiri yang berbeda dari dendeng umumnya.
Kerupuk kubang produksi dari Kubang di Sawahlunto sudah terkenal sejak lama. Makanan ini berupa tempe yang djadikan kerupuk dan dapat menjadi oleh-oleh dari Sawahlunto.
Di sepanjang jalan sekitar Muaro Kalaban dan Silungkang pada sore hingga sepanjang malamnya ada sajian penjual kuliner berupa sajian sop dan soto khas Sawahlunto.
BERBELANJA
AKOMODASI
KEGIATAN
BERKELILING
Tak jauh dari Museum Gudang Ransum terdapat sebuah museum kereta api, tambang terbuka, dan lokasi Ombilin Mines Training College (OMTC ). Jangan lupa juga kunjungi Lubang Mbah Soero.
TRANSPORTASI
Museum Goedang Ransoem sekira 94 km atau 2 jam perjalanan dengan kendaraan dari Kota Padang, Sumatera Barat. Anda juga dapat menggunakan bus dari Terminal Air Pacah Padang atau menyewa mobil rental dengan tarif Rp250.000,- hingga Rp500.000,- per hari.
Apabila Anda datang bersama rombongan maka dapat menyewa bus yang disediakan Dinas Pariwisata Sawahlunto. Hubungi pihak tersebut sebelumnya.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto
Jl. Kebun Jati No.1 Kel. Saringan Kec. Barangin,
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat
Telp: (0754) 61032
Fax: (0754) 61348
Email: informasi@sawahlunto-tourism.com
Tidak ada komentar: